Kamis, 25 Desember 2008

Pengelola Perpustakaan Sekolah Perlu Paham Kebutuhan Siswa

Jakarta, Kompas - Pengelola perpustakaan sekolah perlu memahami kebutuhan informasi siswa yang dilayani. Dengan demikian baru pemanfaatan koleksi perpustakaan sekolah tersebut bisa maksimal dan mampu berperan dalam menumbuhkan minat membaca anak di sekolah.

Hal itu dikemukakan Ketua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Indonesia (UI) Fuad Gani, Rabu (11/5). Dia mengungkapkan, sering kali konsep komposisi koleksi terabaikan oleh para pengelola perpustakaan sekolah. Akibatnya, pengembangan koleksi di perpustakaan sekolah lebih bersifat insidental dan tidak terencana. Padahal, seharusnya pengelola memahami kebutuhan dan perilaku pemakai perpustakaan.

Pemandangan yang umum ada di perpustakaan sekolah, terutama di sekolah dasar, rak-rak buku masih dipenuhi buku pelajaran atau buku serius lainnya. Memang wajar bila buku pelajaran dijadikan sebagai koleksi perpustakaan mengingat jenis buku tersebut merupakan kebutuhan utama siswa. Namun, di sisi lain, murid juga membutuhkan variasi bacaan sesuai minatnya.

Jenis bacaan yang diminati para murid, terutama di SD, tergambar dalam penelitian mengenai kebutuhan informasi dan minat baca yang dilakukan oleh Fuad Gani bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional, akhir tahun 2003. Penelitian tersebut melibatkan 500 responden anak kelas IV-VI dari 50 SD di Jakarta.

Buku fiksi

Harapan terhadap ketersediaan koleksi buku pelajaran dan ilmu pengetahuan umum memang menempati peringkat teratas. Akan tetapi, dalam penelitian itu juga terungkap minat anak yang cukup tinggi terhadap bacaan fiksi dan buku keagamaan.

Untuk jenis cerita fiksi misalnya, terungkap bahwa cerita rakyat dibaca oleh 50 persen murid yang menjadi responden penelitian tersebut. Sementara cerita binatang dibaca oleh 34 persen murid. Namun, kurang dari dua persen responden yang sering membaca cerita wayang.

"Ada anggapan bahwa membaca cerita masa lalu hanya pantas dilakukan orang tua. Sepertinya, perlu ada gerakan membaca cerita klasik yang banyak mengandung ajaran luhur kepada kalangan generasi muda," katanya.

Khusus ketertarikan terhadap bacaan komik, diketahui sebanyak 86 persen responden menyatakan kegemarannya membaca komik. Komik dengan dominasi gambarnya sangat membantu dalam memahami pesan-pesan yang disampaikan pengarang. Gambarnya juga membantu imajinasi pembaca terhadap peristiwa dan karakter yang disampaikan pengarang.

Dengan tingginya kegemaran murid membaca buku komik, maka perpustakaan sekolah tak ada salahnya juga meletakkan bahan bacaan ini di rak mereka sebagai usaha menarik murid untuk memakai perpustakaan. Komik dapat dipakai sebagai sarana menumbuhkan kebiasaan membaca.

Tingginya kegemaran membaca komik tidak perlu membuat resah orangtua atau guru sepanjang isi komik diseleksi, misalnya dari gambar-gambar berbau kekerasan. Dengan demikian komik memberikan dampak positif.

Dalam penelitian tersebut juga diteliti ketertarikan anak membaca cerita terjemahan. Sekitar 45 persen responden menyatakan suka membaca buku terjemahan. Tidak hanya cerita terjemahan dari Barat, tetapi juga cerita terjemahan dari Jepang. Di satu pihak kecenderungan membaca cerita terjemahan sebagai hal positif dalam variasi bacaan dan memperluas wawasan. Namun, di sisi lain perlu pula diwaspadai mengingat buku cerita terjemahan sering kali bersifat futuristik dan kadang kaya adegan kekerasan yang sangat digemari generasi muda.

"Berbagai variasi buku bacaan tersebut sangat efektif untuk mengatasi kejenuhan membaca buku pelajaran," kata Fuad Gani. (INE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanks